Ruwatan: Tradisi Sakral untuk Menghapus Bala dan Mendekatkan Harmoni

Advertisement

Ruwatan: Tradisi Sakral untuk Menghapus Bala dan Mendekatkan Harmoni

Admin
28 Januari 2025


Ruwatan adalah salah satu tradisi budaya yang masih lestari di masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa. Tradisi ini memiliki nilai historis, filosofis, dan spiritual yang mendalam. Dalam artikel ini, kita akan membahas sejarah, filosofi, jenis-jenis ruwatan, hingga maknanya dalam kehidupan modern.

Sejarah Ruwatan

Tradisi ruwatan berasal dari budaya Jawa Kuno dan erat kaitannya dengan ajaran Hindu-Buddha yang pernah berkembang di Nusantara. Dalam kitab-kitab seperti Serat Purwacarita dan Serat Centhini, ruwatan disebut sebagai upacara sakral untuk "membersihkan" seseorang dari pengaruh buruk atau kesialan, yang dalam bahasa Jawa disebut "sukerta."

Pada masa lalu, ruwatan sering dilakukan oleh para raja dan bangsawan untuk menjaga keseimbangan alam dan melindungi masyarakat dari bencana. Tradisi ini diwariskan turun-temurun hingga menjadi bagian dari adat masyarakat.


Filosofi di Balik Ruwatan

Ruwatan memiliki filosofi mendalam yang berakar pada konsep harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Dalam pandangan Jawa, segala hal di dunia ini memiliki energi—baik positif maupun negatif. Energi negatif dapat mengganggu kehidupan seseorang dan memutuskan keseimbangan alam semesta.

Ruwatan bertujuan untuk "meluruhkan" energi negatif tersebut agar seseorang dapat menjalani hidup yang lebih harmonis, selaras dengan hukum kosmik (rta).


Jenis-Jenis Ruwatan

Ada beberapa jenis ruwatan yang dikenal dalam masyarakat Jawa, di antaranya:

1. Ruwatan Sukerta
Ruwatan ini ditujukan untuk individu atau kelompok yang dianggap berada dalam "status rawan." Misalnya, anak tunggal (ontang-anting), anak yang lahir dengan kondisi tertentu, atau seseorang yang sering mengalami kesialan.


2. Ruwatan Bumi
Dilakukan untuk membersihkan dan menyeimbangkan energi alam di suatu wilayah, biasanya diadakan setelah bencana alam atau perubahan besar dalam lingkungan.


3. Ruwatan Murwakala
Upacara ruwatan ini melibatkan pertunjukan wayang kulit yang menceritakan lakon Murwakala, kisah Batara Kala yang berhubungan dengan pelepasan kesialan.


Prosesi Ruwatan

Prosesi ruwatan biasanya dipimpin oleh seorang dalang atau tokoh spiritual yang dihormati, seperti seorang dukun atau pemangku adat. Upacara ini melibatkan beberapa tahap, di antaranya:

1. Doa dan Permohonan
Dilakukan untuk meminta restu dari Sang Pencipta dan leluhur.


2. Pertunjukan Wayang Kulit
Lakon Murwakala dimainkan untuk menceritakan asal mula bala (kesialan) dan bagaimana cara mengatasinya.


3. Ritual Pembersihan
Melibatkan prosesi simbolis seperti memotong rambut, mandi dengan air suci, atau melarungkan sesaji ke sungai atau laut.


4. Sesaji
Sesaji berupa makanan, bunga, dan hasil bumi disiapkan sebagai bentuk persembahan untuk kekuatan alam dan para leluhur.


Makna Ruwatan dalam Kehidupan Modern

Meskipun tradisi ini berasal dari masa lampau, ruwatan masih relevan di era modern. Secara simbolis, ruwatan mengajarkan manusia untuk merenungi dirinya, membersihkan hati dari energi negatif, dan menjaga keseimbangan dengan lingkungan. Tradisi ini juga menjadi media untuk melestarikan seni budaya seperti wayang kulit dan gamelan.


Ruwatan adalah salah satu warisan budaya yang mencerminkan kekayaan spiritual masyarakat Jawa. Dengan memahami makna dan filosofinya, kita tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga mengambil hikmah untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Tradisi ini mengingatkan kita untuk terus menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

"Ruwatan bukan sekadar ritual, melainkan cerminan harmoni yang perlu dirawat dalam setiap aspek kehidupan."